Akhirnya, waktu Pelaksanaan ICV tiba. Segala tetek bengek mengenai ICV sudah saya share disini dan disini. Ingin saya sedikit bercerita sekaligus berusaha mereview kegiatan ini. Fungsinya untuk apa? Tentunya untuk menjadi koreksi di kegiatan-kegiatan selanjutnya.

Persiapan Keberangkatan

Lokasi untuk kegiatan ICV berada di luar kota. Jarak tempuh sekitar 170KM (sesuai dengan yang ada di google) dan waktu tempuh dengan menggunakan perjalanan darat serta kecepatan sedang adalah 3 jam (Kata panitianya pas polling). maka, dibuatlah kesepakatan (lebih tepatnya ketentuan baru) bahwa perjalanan akan di mulai pukul 04.00 pagi dan akan shubuh di Masjid ketika di tengah perjalanan.

Bersama OM Sagita... eh, AM SANTIKA (sumber : skyscrapercity.com)

Bersama OM Sagita… eh, AM SANTIKA (sumber : skyscrapercity.com)

Ngawi, 03.50 WIB
Saya sudah berada di lokasi tempat berkumpulnya rombongan. Tas ransel berisi seperangkat alat  mandi, baju ganti dan satu botol air mineral saya gendong di punggung. Lengkap dengan jaket dan penutup kepala. Maklum, saya adalah member PJKA ( Pulang Jumat Kembali Ahad) sehingga perlengkapan seperti ini wajib dibawa.

Detik terus berdetak, menit pun silih berganti, pukul 04.00 WIB pun sudah terlewati. Bus tak kunjung diberangkatkan. Ada apa gerangan? Ternyata ada oknum-oknum yang terlambat. Kecewa? Pasti donk… Yang terlambat justru ada beberapa yang menggebu-gebu menyuarakan jangan sampai terlambat. Bagaimana mereka justru terlambat, padahal yang dari Solo (salah satu peserta, perjalanan 1,5 jam) bisa hadir tepat waktu.   Soal beginian ya kalau saya menggerutu jawabannya pasti “ditunggu dulu, kebersamaan”. Tau begini saya mending juga terlambat saja. Ah, tapi ini soal mental. Mental seorang yang punya komitmen tinggi, pasti berbeda dengan perilaku seperti itu. Setelah menunggu, bus diberangkatkan pukul 04.28 WIB dan diawali dengan membaca doa bersama.

Setelah berhenti untuk melakukan sholat Shubuh, perjalanan pun kembali dilanjutkan. Jam menunjukkan pukul 07.30. Sesuai dengan janji, seharusnya sudah nyampai. Ya kan janjinya 3 jam (FYI, itu janji juga perjalanan normal. Bukan perjalanan pagi hari yang tanpa hambatan). Sudah sudah… janji 3 jam itu memang hanya pemanis dan (secara tidak langsung) mengakibatkan penggiringan opini publik saat polling kok 😀 . Sudah ya.. Akhirnya kita tiba pukul 08.55 WIB.

Jalannya Acara

Welcome To Pacet, Pacet welcomes You, atau “kalungan bunga” saat kita keluar dari bus sempat terpikir dari saya. Ah, harusnya begitu kan keren. Setidaknya untuk beliau yang akan di berikan acara perpisahan kan bisa di- setting seperti itu. jadi, Semua di angkut dan datang lebih dulu, barulah beliau datang. Penyambutan dari pintu masuk dan pengalungan bunga saat keluar dari mobil. Ah, sudahlah… ide-ide liar saya ini harus segera saya benamkan. Acara sudah menjadi bubur. Fokus menulis saja!

Welcome drink dengan segelas kecil oplosan wedang jahe dan sari kedelai yang disajikan secara swalayan, njupuk dewe. Gelas yang terlalu kecil, jadi ya terpaksa mondar mandir untuk mengambil lagi dan lagi. For Your Info, di rumah/di kost/di kantor gelas saya berukuran Extra Large. Jadi bukan tanpa alasan ketika saya harus mondar mandir ambil minuman gelas sangat kecil ini. Akhirnya ide liar saya kembali muncul. Terpaksa memberi masukan bapak di sebelah saya. ” Pak, itu botol Aqua isinya segera dikosongkan saja. Di isi dengan air oplosan jahe sari madu”. Akhirnya setelah melakukan aksi isi pake botol aqua, beberapa ada yang mengikuti jejak ini.

Acara selanjutnya adalah perpisahan , pesan dan kesan dari beliau yang sangat saya hormati, Big Boss saya yang memasuki masa purna bhakti sebagai PNS. Semoga rahmat, berkah dan hidayah selalu tercurah untuk bapak dan sekeluarga. “Terima kasih, pak…”

Kemudian dilanjutkan dengan tukar menukar kado. Panitia memiliki daftar pengumpul kado, kado di kasih nomer, peserta dipanggil maju sesuai dengan nomer urut pengumpulan, di suruh ambil undian terus ambil kado sesuai dengan nomor undian, duduk kemudian dibuka nanti bareng-bareng. Are You kidding me???? Dibacakan sesuai urutan, Nomer undian sesuai urutan bukankah itu pembodohan dan tidak ada privacy / sejenisnya? Alhamdulillah, salah satu panitia menyadarinya. Diubahlah, pemanggilan secara acak. File urutan juga dipegang oleh salah satu panitia yang terpercaya. Nah, ini masih mendingan.  Masuk akal! Meskipun sebenarnya jika dibuka on the spot (di panggung) dengan panitia yang lebih sigap dalam mengambilkan undian (nomor kado lebih baik acak) akan jauh lebih Wow dan Cetaaarrr. Bagaimana ekspresi shock mereka saat mendapat (maaf) alat kontrasepsi, mendapat (maaf) pembalut, mendapat (maaf) BH akan tertangkap jelas di kamera jika dilakukan di atas panggung. Bukan begitu? Panitia mengharap aksi lucu-lucu an disini, tetapi blunder dilakukan. Menurut hemat saya salah penggunaan metodenya. Maaf ya… Keep trying!!! Tidak ada salahnya, jika yang lebih senior meminta pendapat dari junior. Hehehehehehe

Acara penutup adalah Goyang Caisar dan Perform Lagu. Ah, saya benar- benar kecewa. Kenapa kenapa? oke, saya bahas!

Pertama soal Goyang Caisar.
Lain kali panitia harus berpikir ulang untuk membuat lelucon seperti ini. lelucon seperti ini apakah di accept oleh peserta atau tidak. Mau bukti? Cek di foto maupun di video dokumentasi deh… berapa orang yang ikut berjoget beginian? Sound Sistem jelek? Haduh, ga bisa dijadikan alasan,  ini sudah terdeteksi saat latihan dikantor. Antusiasme nya besar atau tidak. lebih bijaksana dan lebih keren, kalau ditampilkan oleh beberapa volunteer tetapi aksinya jauh lebih total dan rapi. Ada yang ga setuju?

Kedua, Perform Lagu
WOW! Itulah kata yang seharusnya dan harus saya sampaikan. Apresiasi setinggi-tingginya serta standing applause terlepas dari faktor non teknis. Saya hanya kecewa dengan satu hal, tidak ada koordinasi antara panitia dengan pihak EO. Venue acara yang terlalu outdoor harusnya bisa di antisipasi. Termasuk tentang susunan acara seperti apa, harus di koordinasikan. panitia kecil acara harusnya menghubungi panitia kecil sarana prasarana atau langsung berhubungan dengan EO untuk menyiapkan sarana dan prasarana disana. Sebagai catatan: EO-nya kita bayar lho! Wajar kalau kita menuntut banyak. Minimal yang harus ada adalah sebagai berikut. Sound System yang memadai, 1 Gitar, 1 bass, satu drum accoustic (bongo atau alat perkusi sejenisnya). Sehingga saat lagu dinyanyikan, hasilnya maksimal. Bukan seperti kemarin, instrumen musik tak terdengar. kalah dengan suara angin, karena gitar tidak terkoneksi dengan sound system. Apa ga kasian sama yang bikin lagu? Bikin lagu itu susah lho… Jangan sampai kejadian ini kembali terulang.

Acara Inti

Acara intinya apa? pemberian Motivasi oleh Felixsiaw / Mario Teguh / atau justru Ustadz Selebritis? No No No! Acara intinya adalah Rafting.  Saya cek di wikipedia, Rafting is the challenging recreational outdoor activity of using an inflatable raft to navigate a river or other bodies of water. This is usually done on white water or different degrees of rough water, in order to thrill and excite the raft passengers. Paham ? 😀

Rafting (sumber : gograph.com)

Rafting (sumber : gograph.com)

Bagi anda yang tidak memilih Rafting janganlah berkecil hati, jangan tersinggung dan jangan marah ketika saya menyebut acara anda disana hanyalah sampingan dan mengada-ada. Hah? Hah? Jangan heboh dulu, tetap akan saya jelaskan satu per satu runut dari depan.

Jujur saja, saya tidak mengikuti rafting karena saat polling saya memilih kegiatan Non Rafting. Jadi acaranya pecah jadi dua gitu? Dualisme tidak hanya di sepakbola, kini menjulur sampai di ICV. Sungguh, ironis! Dualisme acara, apakah manajemen / pengelola / operator nya juga ada dua? No! Bisa saya katakan, satu panitia yang berdiri di dua tempat. pekerjaannya rapi? hehehehehe… Nanti saya ceritakan di bawah. terlebih dahulu saya ingin menceritakan soal dualisme ini.

Dualisme itu tidak baik. Dalam hubungan asmara, dualisme itu bukan berarti anda yang jomblo kemudian mencari pasangan. Akan tetapi, anda yang sudah memiliki pasangan tetapi mencari selingkuhan. Dualisme dalam Sepakbola, terlihat jelas di depan mata. jangan pernah bertanya prestasi, yang ditonjolkan adalah kisruh organisasi. Dualisme dalam kepemimpinan, maka akan terjadi matahari kembar yang akan sama-sama menjatuhkan. Pun begitu untuk kegiatan ICV. Dualisme itu apa? Apa manfaatnya? ICV mempunyai hakekat yang kuat untuk mempersatukan, menyemangatkan, membentuk karakter, mengokohkan teamwork, merapatkan barisan serta menekan egoisme individu demi kepentingan bersama.  Lalu, kenapa justru dualisme? Nilai apa yang ingin ditanamkan disini?

Seperti paduan suara, saya yakin beberapa orang akan menyanyikan koor “demokrasi” / persamaan hak / pengakomodasian seluruh aspirasi. yang artinya, ketika seseorang tidak ingin rafting jangan dipaksa untuk melakukannya dan memberikan opsi lain seperti yang ia pilih. Begitu? Hah, begitu? Konsep apa yang anda gunakan dalam hal ini, demokrasi , persamaan hak, akomodasi aspirasi , pilihan ? Aduh, konsep dasar yang menurut hemat saya “Salah Besar”. Budaya luhur di negeri ini saat pengambilan keputusan adalah dengan menggunakan musyawarah untuk mencari mufakat, jika ternyata tidak bisa dilakukan maka boleh menggunakan pemilihan suara terbanyak atau yang biasa kita sebut dengan voting.

Selamat Datang di Pacet (sumber : travel.detik.com)

Selamat Datang di Pacet (sumber : travel.detik.com)

Ketika ada beberapa yang memilih untuk tidak rafting, seharusnya hal ini harus dijadikan alert dalam pengambilan keputusan. kenapa mereka tidak setuju dengan rafting. Bolehlah dengan pendekatan pemberian penjelasan atau aksi represif lainnya. Atau dibawa ke forum di atasnya untuk di ambil keputusan, mana yang harus dikorbankan. Rafting-nya atau Personalnya. Tega? Ah, ngga juga. panitia dalam hal ini di tuntut untuk bijaksana dan berani melakukan aksi manajemen yang baik dan benar. Tentunya dengan mempertimbangkan beberapa variabel, diantaranya range usia peserta, manfaat dan kekurangan. Barulah ditentukan, mana yang harus di ambil meskipun risiko tentunya “Pasti Ada”. Pengambilan keputusan bolehlah dengan mufakat, terpaksanya tidak bisa menggunakan voting. Yang menjadi minoritas dalam hasil voting ya harus legowo menerima kekalahan. Faktanya, mereka yang memilih Non Rafting terkejut saat acara dipisah dan dijadikan di dua tempat yang berbeda. Salah satu dari mereka berkomentar bahwa memilih non rafting bukan berarti harus dipisah acaranya. harusnya sih diikutkan di rafting baik mau ikut terjun ke sungai atau sekedar duduk menunggui mereka yang sedang rafting. Logikanya, Ketika dalam Pemilu saya memilih Presiden A dan ternyata kalah dalam pemilihan, apakah saya harus mengangkat Capres A menjadi Presiden di negara ini? Ketika saya memilih Kota Y dan bukan X dalam pemilihan lokasi ICV, apakah saya harus pergi ICV di kota Y pilihan saya? Sehat? hahahahaha…. begitu nalar saya. Entah bagaimana nalar anda.

Belum lagi, kami yang tidak mengikuti rafting ditelantarkan oleh panitia yang dipegang oleh EO. Hey, EO yang kemarin… Go Home and You’re Drunk !!!!! Di mulai dari angkutan menuju lokasi baru yang tidak siap, jumlah panitia yang cenderung rafting sentris, tertahannya salah satu rombongan di pintu masuk lokasi karena belum dibayar, tidak ada pemberitahuan kapan harus berkumpul, serta tidak ada guide sama sekali. Hahahaha… Puluhan juta lenyap sudah.

Kegiatan rafting? Silakan di review bagi yang mengikutinya. Tidak etis ketika saya mereview hanya berdasar kabar burung, berita tidak bersumber, atau karangan indah.

Perjalanan Pulang

Acara inti selesai, berkumpul di titik awal serta makan siang “sederhana”. paham donk dengan tulisan dengan tanda kutip saya. Kemudian perjalanan pulang dimulai pukul 15.15 WIB dan sampai kembali di kota kami pukul 20.40 WIB yang sesuai jadwal harusnya 3 jam perjalanan 🙂 . Diperparah dengan kami harus menahan lapar. Tidak ada makan malam, yang ada hannya pembagian makanan ringan. ya gitu deh.. selama perjalanan, saya lemah, letih, lesu dan tidak bersemangat. Ibarat Kendaraan:  “bensin e entek,  kudu di isi ulang”.

Mohon Maaf, kepada pihak-pihak yang merasa tulisan saya pedas. Ini hanyalah ungkapan hati, biar ke depannya kegiatan seperti ini bisa diperbaiki. Jangan ada yang marah, dan terima kasih atas kerja keras terlaksananya event ini.
Penyinyir itu tugasnya ya seperti ini… maaf ya…!!!!

About dhamas

mapan, matang dan menarik,,,

2 responses »

  1. Nanni says:

    Lah kok nama kotanya disebut? :p
    Nambahin lg mas,satu>> EO nya kemarin sempat membujuk2 bbrp orang yg memilih non-rafting untuk ikut rafting. Well ga masalah si kalo bujuknya biasa aja, tp ini bujuknya setengah maksa, EO nya terkesan gak mau direpotkan oleh peserta yang tidak mau rafting. Eh padahal kan kita BAYAR merekakan mahal2 buat mengakomodasi kita ya..aneh.
    Dua>> katanya eh katanya yg gamau rafting bisa outbond, FLYING FOX,paint ball,dll. Nyatanya eh nyatanya PHP doang 😡
    Tiga>> Kelayakan tempat, kepantasan makanan(kalo 1 meja > dengan view yg biasa saja,acara yang gak berkesan juga kenapa harus jauh2 kesana? Mending ke Magetan aja yok!
    Lima>> kenapa si harus rafting? Tahun sebelumnya kan udah rafting,apa krn rafting yg kmrn cuman abal2? Trus hasrat nya belum tertawarkan gitu? Oke i sounds like DSS.
    Enam>>patinia oh panitia, mbok ya kalo pakai uang bersama itu buatlah acara yang bisa dinikmati bersama.
    Tujuh>>> saya mohon maaf sebesar2nya kalau ada yg tersakiti oleh kritikan saya. Maklum anak muda, sudah sunatulloh sifatnya kritis. Kritik itu bukan karena gak suka,justru karena sayang dikritik supaya berbenah dan jadi lebih baik.:)

    • dhamas says:

      Point ke tujuh! DI GARIS BAWAHI!

      7 saran ini sudah seperti Tujuh Tuntutan Rakyat jaman Perjuangan dulu.

      Bukalah Kitab (baca: buku) Soe Hok Gie, Yang tidak mau di kritik, taruh di tempat sampah saja

Leave a comment